Fenomena Kemarau "Basah"
Kemarau basah merupakan fenomena cuaca yang terjadi ketika musim kemarau justru
disertai dengan curah hujan yang cukup tinggi. Perubahan iklim yang tak menentu ini
berdampak langsung pada kesehatan masyarakat. Kondisi lingkungan yang lembap,
genangan air, dan suhu yang tidak stabil menjadi pemicu munculnya berbagai penyakit.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG), kemarau basah dipicu oleh dinamika atmosfer regional dan global,
seperti suhu muka laut yang hangat, angin monsun aktif, serta La Nina dan Indian
Ocean Dipole (IOD) negatif. Dampaknya, hujan tetap turun meski sudah masuk musim
kemarau. BMKG menyatakan La Nina sedang menuju fase netral. La Nina sendiri
adalah fenomena pendinginan suhu laut di Pasifik tengah yang bisa meningkatkan
curah hujan di Indonesia, khususnya di wilayah dengan perairan hangat. Musim
kemarau tahun ini diperkirakan datang normal atau sedikit lebih lambat di 409 Zona
Musim (ZOM), dengan curah hujan sebagian besar masih dalam kategori normal.
Publikasi Klima Edisi VI 2022 juga menyebut La Nina dapat memicu anomali cuaca,
termasuk terjadinya kemarau basah di Indonesia.
BMKG menyebutkan bahwa sebagian wilayah Indonesia saat ini mengalami kemarau
basah, yaitu kondisi hujan masih turun meski telah memasuki musim kemarau.
Fenomena ini diperkirakan berlangsung hingga Agustus 2025, diikuti masa transisi
(pancaroba) pada September–November, dan musim hujan mulai Desember 2025
hingga Februari 2026.
Tanda-Tanda Kemarau Basah ;
Biasanya tanda-tanda kemarau basah bisa ditemui dengan kondisi berikut :
• Tetap terjadi hujan ringan hingga sedang saat seharusnya musim kering
(biasanya April–September).
• Kelembapan udara tetap tinggi.
• Tanaman tetap tumbuh subur tanpa perlu banyak penyiraman.
• Sungai dan embung tidak mengalami kekeringan ekstrem.
• Langit sering berawan, tidak sekering biasanya.
Dampak Kemarau Basah Terhadap Kesehatan ;
Dampak perubahan iklim terhadap kesehatan masyarakat kejadiannya sangat
bervariasi dan berbeda di setiap daerah. Namun secara umum berbagai gangguan atau
penyakit yang dapat muncul adalah sebagai beriku:
1. Infeksi Saluran Pernapasan
Perubahan suhu ekstrem dan kelembapan memicu mikroba dan virus penyebab
gangguan pernapasan.
2. Dengue dan Penyakit Vektor
Penelitian dari MDPI menyebutkan hubungan kuat antara variabilitas curah hujan
dan peningkatan kasus demam berdarah di Indonesia. Hujan saat musim
kemarau menyebabkan genangan air, tempat berkembang biak nyamuk Aedes
aegypti.
3. Diare pada Balita
Menurut studi literatur dari Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, kombinasi
suhu tinggi, kelembapan tinggi, dan curah hujan memicu peningkatan kejadian
diare pada balita, terutama di negara tropis
4. Leptospirosis
Genangan air yang tercemar sebagai akibat hujan lokal meningkatkan risiko
leptospirosis
5. Schistosomiasis (Penyakit cacing air)
Studi dari Universitas Sriwijaya menyimpulkan habitat air tergenang
meningkatkan risiko infeksi dari cacing darat (schistosomiasis). Balita dan anak
sekolah di dekat daerah basah paling rentan.
Cara Menjaga Kesehatan Di saat Kemarau Basah
Peningkatan pengendalian dan pencegahan penyakit akibat dampak perubahan iklim antara lain :
a. Kontrol Genagan dan Vektor: Terapkan 3M-Plus secara rutin,semprot insektisidan dan gunakan kelambu
b. Perlindungan Individu : Gunakan masker dan sepatu pelindung saat ada genangan air
c. Higiene dan Sanitasi : Jaga Kebersihan air, cuci tangan dan kelola limbah dengan baik
d. Tingkatkan Imunitas Tubuh : Nutrisi Seimbang, hidrasi, olahraga ringan dan istirahat yang cukup
Referensi :
1. Anindya Milagsita. (2025, Mei 23). Apa Itu Kemarau Basah? Ini Pengertian, Penyebab, dan Dampaknya. detikJateng. https://www.detik.com/jateng/berita/d- 7928359/apa-itu-kemarau-basah-ini-pengertian-penyebab-dan-dampaknya
2. Susilawati.(2021). Dampak Perubahan Iklim Terhadap kesehatan. e-SEHAD, Volume 1, Nomor 2
3. Ramdan IM. Perubahan iklim, dampak terhadap kesehatan masyarakat dan metode pengukurannya. Husada Mahakam [Internet]. 2021;3(3):106–13. Available from: http://husadamahakam.poltekkes-kaltim.ac.id/ojs/index.php/Home/article/view/67/73
4. chwani & Hermawati (2022). Dampak Iklim terhadap Kejadian Diare Balita di Negara Tropis—Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia
5. Usman, W., Taruna, J., & Kusumawati, N. (2023). Faktor – Faktor Penyebab Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Di Musim Kemarau Pada Masyarakat Wilayah Kerja Puskesmas Kampar. PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, 4(2), 149–156. https://doi.org/10.31004/prepotif.v4i2.964
6. Mamenun, Koesmaryono, Y., Sopaheluwakan, A., Hidayati, R., Dasanto, B. D., & Aryati, R. (2024). Spatiotemporal Characterization of Dengue Incidence and Its Correlation to Climate Parameters in Indonesia. Insects, 15(5), 366. https://doi.org/10.3390/insects15050366